kesenian Berokan Khas Indramayu memang mempunyai ciri tersendiri yang
membedakan ikon sejenis dengan daerah lain. “Kepala Berokan” lebih
tipis, dibanding dengan ikon sejenis dari daerah lain. Selain itu, ada
semacam “ekor” yang terhubung dengan tongkat kecil untuk pegangan pemain
“kedua” (bila diperlukan). Belum ada referensi yang menjelaskan
mengenai “struktur” Berokan khas Indramayu ini. Apapun factor yang
“membidani” terlahirnya karakter Berokan di Indramayu, jelas memasukkan
unsur kehidupan pesisir pada umumnya, dimana kehidupan digaris pantai
utara jawa mengharuskan untuk mencermati pengaruh “bahasa laut”.
Ritual yang harus dijalani oleh para pelaku seni Berokan-pun menjadi sebuah event yang mengandung potensi besar untuk dicermati. Lelaku yang harus dipatuhi oleh pelaku, merupakan bukti eksistensi pengaruh alam yang membawa berjuta Ayat-ayat Sang Kholiq. Kepasrahan sang Pelaku Utama saat mulai memegang “Kepala Berokan” untuk kemudian dikenakannya, adalah visualisasi “kepatuhan” Makhluk kepada Kholiqnya. Kepasrahan itupula yang kemudian menenggelamkan pelaku seni Berokan kedalam nuansa magis yang teramat kental.
Keriuh-rendahan pertunjukkan Seni Berokan, berikut apapun alasan pementasannya, tetaplah menjadi satu sajian yang mengemas filosofi keluhuran nilai budaya warisan nenek moyang. Doktrin yang mengejawantahkan sebuah keharusan untuk tetap tunduk dihadapan Dzat yang Maha Memiliki, teraktualisasi dengan sempurna, saat pertunjukkan seni Berokan berakhir dengan “menidurkan” ikon pementasan.
Melihat kekayaan filosofinya, patutlah kiranya kesenian Berokan menempati “rating” tinggi untuk tetap “diperhatikan” selayaknya Potensi Seni dan Budaya lainnya. Balutan teknologi canggih pada saat pementasan kesenian Berokan, mungkin akan menjadi daya tarik tersendiri, tentunya dengan tidak melepas dan menghilangkan nilai kesakralan “Sang Berokan” itu sendiri.
Ritual yang harus dijalani oleh para pelaku seni Berokan-pun menjadi sebuah event yang mengandung potensi besar untuk dicermati. Lelaku yang harus dipatuhi oleh pelaku, merupakan bukti eksistensi pengaruh alam yang membawa berjuta Ayat-ayat Sang Kholiq. Kepasrahan sang Pelaku Utama saat mulai memegang “Kepala Berokan” untuk kemudian dikenakannya, adalah visualisasi “kepatuhan” Makhluk kepada Kholiqnya. Kepasrahan itupula yang kemudian menenggelamkan pelaku seni Berokan kedalam nuansa magis yang teramat kental.
Keriuh-rendahan pertunjukkan Seni Berokan, berikut apapun alasan pementasannya, tetaplah menjadi satu sajian yang mengemas filosofi keluhuran nilai budaya warisan nenek moyang. Doktrin yang mengejawantahkan sebuah keharusan untuk tetap tunduk dihadapan Dzat yang Maha Memiliki, teraktualisasi dengan sempurna, saat pertunjukkan seni Berokan berakhir dengan “menidurkan” ikon pementasan.
Melihat kekayaan filosofinya, patutlah kiranya kesenian Berokan menempati “rating” tinggi untuk tetap “diperhatikan” selayaknya Potensi Seni dan Budaya lainnya. Balutan teknologi canggih pada saat pementasan kesenian Berokan, mungkin akan menjadi daya tarik tersendiri, tentunya dengan tidak melepas dan menghilangkan nilai kesakralan “Sang Berokan” itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar